• Abu Hurairah ad-Dausi (wafat 57 H) bag. III


    Tidak perlu waktu lama setelah itu sehingga harta datang kepada kaum Muslimin dengan melimpah. Harta-harta rampasan perang mengalir kepada mereka. Abu Hurairah pun mulai memiliki harta, rumah dan perlengkapannya. Dia juga memiliki istri dan anak.

    Namun semua itu tidak merubah penampilan pribadinya yang mulia sedikitpun. Tidak membuatnya melupakan hari-harinya yang telah berlalu, dia sering berkata, "Aku tumbuh sebagai anak yatim, aku berhijrah dalam keadaan miskin, aku adalah kuli Busrah binti Ghazwan dengan upah makanan yang mengenyangkan perutku, aku melayani orang-orang jika mereka singgah, menumpang kendaraan mereka jika mereka berangkat, lalu Allaah menikahkanku dengannya. Segala puji bagi Allaah yang telah menjadikan agama sebagai pilar utama dan menjadikan Abu Hurairah sebagai imam". [1]

    Abu Hurairah beberapa kali menjadi gubernur Madinah atas perintah Mu'awiyah bin Abu Sufyan, namun jabatan tersebut tidak merubah tabiat-tabiatnya yang pemurah dan keramahannya sedikitpun.

    Saat dia menjabat sebagai gubernur Madinah, dia melewati salah satu jalan disana, dia memanggul kayu bakar diatas punggungnya untuk keluarganya, dia melewati Tsa'labah bin Malik, maka dia berkata, "Berikan jalan untuk gubernur wahai Ibnu Malik".

    Tsa'labah menjawab, "Semoga Allaah merahmatimu, apakah jalan seluas ini tidak mencukupimu?"

    Maka dia berkata, "Berikan jalan untuk gubernur dan untuk kayu bakar yang ada dipunggungnya".

    Abu Hurairah menggabungkan keluasan ilmu dan kemurahan hatinya dengan ketakwaan dan kebersihan hati, dia berpuasa di siang hari dan bangun malam untuk shalat di sepertiga malam yang pertama, kemudian dia membangunkan istrinya lalu istrinya shalat malam di sepertiga yang kedua, kemudian istrinya membangunkan anak perempuannya lalu dia shalat di sepertiga yang ketiga, sehingga rumah Abu Hurairah tidak terputus dari ibadah sepanjang malam.

    Abu Hurairah mempunyai seorang hamba sahaya perempuan berkulit hitam, hamba sahaya ini bertindak buruk kepadanya dan menyusahkan keluarganya, maka dia berniat memgang cambuk untuk mencambukkannya, namun tiba-tiba dia mengurungkan niatnya, dia berkata,

    "Kalau tidak ada qishash niscaya aku sudah mencambukmu seperti kamu telah menyusahkan kami, akan tetapi aku akan menjualnya kepada seseorang yang akan membayar hargamu dan aku sangat memerlukan harga tersebut, pergilah kamu bebas karena Allaah Subhanahu wa Ta'ala".

    Putrinya mengadu kepadanya, dia berkata, "Bapak, teman-temanku mengejekku, mereka berkata, 'Mengapa bapakmu tidak menghiasimu dengan emas"? maka Abu Hurairah berkata, "Katakan kepada mereka, Sesungguhnya bapakku takut panasnya api neraka atasku".

    Penolakan Abu Hurairah untuk mempercantik putrinya dengan perhiasan bukan karena dia kikir atau rakus dalam menumpuk harta, tetapi karena Abu Hurairah adalah laki-laki dermawan yang banyak memberi jalan Allaah Subhanahu wa Ta'ala.

    Marwan bin al-Hakam mengirimkan seratus dinar emas kepadanya, esoknya dia mengutus seseorang kepada Abu Hurairah, dia berkata, "Orangku salah telah menyerahkan dinar kepadamu, bukan kamu yang aku inginkan, akan tetapi orang lain".

    Abu Hurairah diam, lalu dia menjawab, "Aku telah membelanjakannya di jalan Allaah dan tidak tersisa satu dinar pun di tanganku, jika jatah pemberianku dari negara sudah keluar maka lunasilah ia dengannya".

    Marwan melakukan hal itu hanya untuk mengujinya, manakala dia meneliti, dia melihat kebenarannya.

    Abu Hurairah terus berbakti kepada ibunya selama hidupnya, setiap kali dia ingin keluar, dia selalu berdiri di pintu kamarnya dan berkata, "Assalaamu'alaiki wahai ibu wa rahmatullaahi wa barokaatuh".

    Lalu ibunya menjawab, "Wa alaika salam wahai anakku wa rohmatullaahi wa barokaatuh".

    Abu Hurairah berkata, "Semoga Allaah merahmatimu, engkau telah mengasuhku ketika aku kecil".

    Ibunya menjawab, "Semoga Allaah merahmatimu, kamu telah berbakti ketika kamu besar". Jika Abu Hurairah pulang maka dia melakukan hal itu.

    Abu Hurairah sangat bersungguh-sungguh mengajak manusia untuk berbakti kepada bapak ibu dan menjalin silaturahim. Suatu hari Abu Hurairah melihat dua orang laki-laki, salah seorang dari keduanya lebih tua dari yang lain, keduanya berjalan bersama, maka Abu Hurairah bertanya, "Siapa laki-laki ini"?

    Dia menjawab, "Bapakku".

    Abu Hurairah berkata, "Jangan memanggilnya dengan namanya, jangan berjalan didepannya dan jangan duduk mendahuluinya".

    Manakala Abu Hurairah sakit yang dalam sakitnya itu dia meninggal dunia, dia menangis. Orang banyak bertanya, "Apa yang membuatmu menangis wahai Abu Hurairah"?

    Dia menjawab, "Aku tidak menangis atas dunia kalian ini, akan tetapi aku menangis karena perjalanku jauh dan bekalku sedikit. Aku tidak tahu kemana aku melangkah"?.

    Marwan bin al-Hakam menjenguknya dan berkata kepadanya, "Semoga Allaah menyembuhkanmu wahai Abu Hurairah".

    Maka Abu Hurairah menjawab, "Ya Allaah, sesungguhnya aku menyintai perjumpaan dengan Mu maka cintailah perjumpaan denganku dan segerakanlah". Marwan baru saja hendak meninggalkan rumah, dan Abu Hurairah sudah wafat.

    Alhamdulillaah telah selesai artikel tentang kisah sahabat Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam. Semoga Allaah merahmati Abu Hurairah dengan rahmat yang luas, dia telah menghafal untuk kaum muslimin lebih dari seribu enam ratus sembilan hadits Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam. Semoga Allaah membalasnya dengan kebaikan atas jasa mulianya bagi Islam dan kaum Muslimin. [2]

    Cilegon, 1 Februari 2012 / 8 Rabiul Awal 1433 H

    Image and video hosting by TinyPic

    Diambil dari buku :Mereka adalah Para Sahabat
    Judul Asli :Shuwaru min Hayatish Shahabah
    Penulis :Dr. Abdurrahman Ra'fat Basya
    Muraja'ah :Team at-Tibyan

    Di share di Facebook pribadi

    Artikel terkait ;


    1. Kisah Abu Hurairah Bag. I
    2. Kisah Abu Hurairah Bag. II


    [1] Maksudnya adalah jabatan gubernur Madinah dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan
    [2] Untuk menambah wawasan tentang Abu Hurairah silakan merujuk ; Al-Ishabah (IV/202) atau (at-Tarjamah) 1190; Al-Isti'ab dengan catatan kaki Al-Ishabah (IV/202); Usudul Ghabah (V/315-317);Tahdzib at-Tahdzib (XII/262-267); Tarikh al-Islam, adz-Dzahabi (II/333/339); Al-Jam'u baina Rijal ash-Shahihain (II/600/601); Ghayah an-Nihayah (I/342); Tajrid Asma' ash-shahabah (II/223); Al-Ma'rif, Ibnu Qutaibah (120-121); Ath-Thabaqat al-Kubra (II/362-364); Abu Hurairah, min Silsilah A'lam al-Arab, Muhammad Ajjaj al-Khatib; Hilyah al-Auliya (I376-385); Thabaqat asy-Sya'rani (32-33); Ma'rifah al-Qurra' al-Kibar (40-41); Syadzarat adz-Dzahab (I/63-64); Shifah ash-Shafwah (I/285-389); Taqrib at-Tahdzib (II/484); Al-Bidayah wa an-Nihayah (103-115); Tadzkirah al-Huffazh (I/28-31).

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan menjaga adab-adab yang sopan, dan silahkan memberikan masukkan pada kolom komentar. Apabila kiranya ingin meng-COPAS artikel ini, silahkan tulis sumbernya http://menuntutilmusyari.blogspot.com/ Syukron, Jazaakumallaah khair