• Bilal bin Rabah (Muadzin Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam) bag.III

    Insya Allaah ana akan meneruskan kisah sahabat Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam, yang memiliki semangat dan ke-Iman-an dalam diri yang sangat kuat walaupun siksaan dan cobaan menerpanya.


    kisah ini ana ambil dari buku yang berjudul "Mereka adalah Para Sahabat" 
    Judul asli "Shuwaru min Hayatish Shahabah" 
    penulis Dr.Abdurrahman Ra'fat Baasya 
    Diterjemah : Izzudin Karimi 
    Muraja'ah : Team at-Tibyan 
    Cetakan II Januari 2011 M / Muharram 1432H 

    untuk kisah-kisah para sahabat lainnya dapat antum baca di buku tersebut. 

    Thayyib, kita lanjutkan kisahnya. 

    Manakala shalat Zuhur tiba, ribuan orang-orang yang baru tunduk mengelilingi Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam. orang Quraisy yang masuk Islam secara suka rela atau terpaksa menyaksikan sebuah peristiwa agung tersebut.

    Pada saat itu Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam memanggil Bilal bin Rabah, beliau memerintahkannya untuk naik ke atas Ka'bah dan selanjutnya mengumandangkan kalimat tauhid di atasnya, maka Bilal melakukan apa yang diperintahkan kepadanya, Bilal melepaskan suaranya yang tinggi, mengumdangkan adzan.

    Ribuan leher mendongak kepadanya, ribuan lisan menirukannya di belakangnya dengan khusyu' 

    Adapun orang-orang yang dihatinya tersimpan penyakit, maka hasad mulai merayap kedalam hati mereka, kebencian merobek-robek hati mereka.

    Begitu Bilal sampai kepada, "Asyhadu anna Muhammada Rosulullaah"

    Maka Juwairiyah binti Abu Jahal berkata, "Aku bersumpah, sungguh Allaah telah meninggikan namamu. Adapun shalat maka kami pun akan shalat, akan tetapi kami demi Allaah kami tidak menyintai siapa yang membunuh orang yang kami cintai." Bapak wanita ini -Abu Jahal- terbunuh di perang Badar. 

    Khalid bin Usaid berkata, "Segala puji bagi Allaah yang telah memuliakan bapakku sehingga dia tidak menyaksikan peristiwa besar hari ini." Bapak laki-laki ini mati satu hari sebelum Fathu Makkah. 

    Al-Harits bin Hisyam berkata, "Celaka diriku, seandainya saja aku mati sebelum ini sehingga aku tidak melihat Bilal berdiri diatas Ka'bah." 

    Al-Hakam bin Abu al-Ash berkata, "Ini Demi Allaah adalah musibah besar, seorang hamba sahaya Bani Jum'ah berteriak di atas bangunan itu." Maksudnya adalah Ka'bah. 

    Diantara mereka ada Abu Sufyan bin Harb, maka dia berkata, "Kalau aku, maka aku tidak mengucapkan apapun. Kalau sampai aku mengucapkan satu kata, niscaya kerikil-kerikil ini akan menyampaikannya kepada Muhammad bin Abdullah." 

    Bilal menjadi muadzin Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam sepanjang hayatnya dan Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam merasa tenteram mendengar suara Bilal yang dulu selalu mengulang-ulang, "Ahad, Ahad." Manakala ia disiksa dengan siksaan yang berat. 

    Manakala Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam telah berpulang ke hadirat Allaah Subhanahu wa Ta'ala. dan waktu shalat-pun tiba, Bilal mengumandangkan adzan sementara jasad Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam masih terbungkus kain dan belum dimakamkan, ketika Bilal sampai kepada "Asyhadu anna Muhammada Rosulullaah." Bilal tak kuasa menahan tangis nya sehingga suaranya tertahan di tenggorokannya, hal ini mengundang kaum muslimin untuk menangis dan merekapun tenggelam dalam kepedihan bersamanya.

    Setelah itu Bilal hanya mengumandangkan adzan selama tiga hari, setiap kali hendak mengucapkan, "Asyhadu anna Muhammada Rosulullaah." Maka dia menangis dan membuat orang-orang menangis. 

    Selanjutnya Bilal meminta izin kepada Khalifah Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam. Abu Bakar agar membebaskannya dari tugas sebagai muadzin karena dia merasa tidak kuasa menunaikannya setelah Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam tidak ada.

    Bilal meminta izin kepada Khalifah untuk berangkat berjihad di jalan Allaah dan berjuang di bumi Syam. Ash-Shiddiq sempat ragu-ragu untuk mengiyakannya dan mengizinkannya meninggalkan Madinah, maka Bilal berkata kepadanya, "Jika engkau membeliku dan memerdekakanku untuk dirimu, maka tahanlah aku. Tetapi jika engkau membeliku untuk engkau memerdekakan karena Allaah maka biarkan aku untuk siapa yang engkau memerdekakanku untuk-Nya." 

    Maka Abu Bakar menjawab, "Demi Allaah, aku tidak membelimu kecuali karena Allaah. Aku tidak memerdekakanmu kecuali di jalan Allaah." 

    Maka Bilal berkata, "Aku tidak akan mengumandakan adzan untuk siapapun sesudah Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam." 

    Abu Bakar menjawab, "itu hakmu." 

    Bilal meninggalkan Madinah al-Munawwaroh bersama pasukan pertama kaum muslimin, dia bermukim di Darayyah dekat Damaskus. Selama itu Bilal tetap menolak mengumandangkan adzan sampai Umar bin al-Khatthab datang ke negeri Syam. Umar bertemu Bilal setelah perpisahan yang lama. Umar sangat merindukan Bilal, sangat menghormati Bilal sehingga ketika ash-Shiddiq disinggung didepannya maka dia akan berkata,

    "Sesungguhnya Abu Bakar adalah Sayyid kita, dialah yang memerdekakan sayyid kita." Maksudnya adalah Bilal.

    Disaat itu para sahabat meminta dengan sangat kepada Bilal agar mengumandangkan adzan di depan al-Faruq. Begitu suaranya melengkingkan adzan, Umar langsung menangis dan para sahabat pun ikut menangis sehingga janggut mereka basah oleh air mata.

    Bilal membangunkan kerinduan mereka kepada masa-masa di mana mereka hidup bersama Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam di Madinah al-Munawwaroh. Sebuah masa yang sungguh sangat indah membahagiakan.

    Pengumandang seruan langit ini menetap di Damaskus sampai ajal yang sudah ditetapkan mendatanginya, saat dia sakit yang dalam sakitnya ini dia wafat, istrinya berada disampingnya, istrinya berkata, "Betapa pedihnya aku." Maka Bilal membuka kedua matanya dan menjawab, "Betapa Bahagianya aku."

    Kemudian dia menghembuskan nafas terakhirnya seraya berkata, "Esok kami akan bertemu dengan orang-orang tercinta, Muhammad dan para sahabat. Esok kami akan bertemu dengan orang-orang tercinta, Muhammad dan para sahabat."[1]

    Alhamdulillaah, segala puji bagi Allaah. catatan ini telah selesai dishare. dan semoga Allaah meridhoi mereka para sahabat nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam. Allaahu 'Alam Bishshowab. 

    Cilegon, 22 Rabiul Akhir 1433 H



    Image and video hosting by TinyPic

    [1] Untuk menambah wawasan tentang Bilal bin Rabah silakan merujuk : al-Ishabah (I/165) atau (at-Tarjamah) 736; al-Isti'ab dengan catatan kaki al-Ishabah (I/141); Usudul Ghabah (III/417); Tahdzib at-Tahdzib (I/502); Tajrid Asma' ash-shahabah (I/59); Al-Jamu' Baina Rijal ash-shahihain (I/60); Hilyah al-Auliya' (I/147); Shifah ash-shafwah (i/171); Syiar A'lam an-Nubala' (I/251); Ibnu Katsir (VII/102); Tarikh al-Islam, adz-Dzahabi (II/31); Al'Alam wa Tarajimuhu.

    Lihat kisah bagian Pertama dan Kedua

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan menjaga adab-adab yang sopan, dan silahkan memberikan masukkan pada kolom komentar. Apabila kiranya ingin meng-COPAS artikel ini, silahkan tulis sumbernya http://menuntutilmusyari.blogspot.com/ Syukron, Jazaakumallaah khair